Senin, 18 Desember 2017
Pre-Eklampsia
Adalah sindrom yang ditandai dengan timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas maternal-perinatal di seluruh dunia. Secara global, 10-15% kematian maternal secara langsung berhubungan dengan preeklampsia dan eklampsia. Di Indonesia, angka kejadian preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 6%-8% pada seluruh wanita hamil.
Preeklampsia merupakan sumber utama morbiditas dan mortalitas ibu di seluruh dunia. Kegagalan pengaturan dan ketidakseimbangan agen vasoaktif proangiogenetik dan antiangiogenik plasenta, soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1), dan placental growth factor ( PIGF) memainkan peran penting dalam patogenesis preeklampsia.
Secara umum, terjadinya eklampsia terdiri dari dua tahapan proses:
Tahap Asimptomatik
Ditandai dengan adanya perkembangan plasenta yang tidak normal selama kehamilan trimester pertama sehingga mengakibatkan insufisiensi (gangguan) plasenta dan pelepasan beberapa material dari plasenta ke dalam peredaran darah ibu (sirkulasi maternal).
Tahap Simtomatik atau Sindrom Maternal
Pelepasan beberapa material plasenta ke dalam sirkulasi maternal akan mencapai puncaknya ketika gejala klinis preeklampsia muncul yang dikenal dengan sindrom maternal. Gejala klinis tersebut biasanya muncul telah setelah usia kehamilan 20 minggu, dan meliputi hipertensi, proteinuria (peningkatan jumlah albumin dalam urin) dan pertumbuhan janin terhambat (sindrom fetal).
Tanda dan Gejala Pre-eklampsia
Gejala yang muncul muncul bervariasi dari satu wanita dengan wanita yang lain dan dapat muncul secara tiba-tiba namun secara umum gejala yang ditunjukkan meliputi:
· Tekanan darah lebih dari 140/90 mm Hg.
· Proteinuria.
· Pusing
· Agitasi atau kebingungan
· Output urine berkurang atau tidak ada output urine.
· Sakit Kepala
· Mual dan Muntah
· Nyeri dibagian atas kanan perut
· Sesak nafas
· Berat badan tiba-tiba lebih tinggi
· Pembengkakan pada wajah atau badan
· Gangguan penglihatan, pandangan menjadi kabur.
Bukti menunjukkan bahwa sentral dari patofisiologi preeklampsia adalah ketidakseimbangan antara peredaran faktor angiogenik (PIGF), dan faktor antiangiogenik (sFlt-1).
Konsentrasi plasma PIGF ditemukan lebih rendah sedangkan konsentrasi plasma sFlt-1 ditemukan lebih tinggi pada penderita preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.
Penentuan konsentrasi faktor angiogenik dan antiangiogenik pada serum ibu telah diusulkan sebagai parameter yang dapat membantu mengidentifikasi wanita yang berpotensi mengalami preeklampsia.
Konsentrasi plasma PIGF ditemukan lebih rendah sedangkan konsentrasi plasma sFlt-1 ditemukan lebih tinggi pada penderita preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.
Penentuan konsentrasi faktor angiogenik dan antiangiogenik pada serum ibu telah diusulkan sebagai parameter yang dapat membantu mengidentifikasi wanita yang berpotensi mengalami preeklampsia.
Early onset preeklampsia sangat terkait dengan gangguan invasi trofoblas dan kegagalan remodeling arteri spiralis, sedangkan late onset preeklampsia disebabkan oleh peningkatan kerentanan pembuluh darah ibu dengan keadaan inflamasi terhadap kehamilan normal atau atherosis plasenta yang awalnya berkembang dengan normal.
Villa et al pada tahun 2013 menemukan bahwa konsentrasi sFlt-1 serum secara signifikan lebih tinggi pada penderita yang selanjutnya akan mengalami early onset preeklampsia dibandingkan dengan penderita yang mengalami late onset preeklampsia. Govender et al pada tahun 2012 menemukan bahwa konsentrasi serum sFlt-1 padakelompok ibu hamil normotensif secara signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok early onset preeklampsia, sedangkan konsentrasi serum sFlt-1 pada kelompok early dan late onset preeklampsia lebih tinggi dibandingkan kelompok hipertensi kronis.
Informasi Umum Pemeriksaan
· Tidak dibutuhkan persiapan khusus sebelum pemeriksaan
· Sampel yang diperlukan adalah serum.
· Tidak terpengaruh oleh :
·a. a. Icterus (bilirubin < 427 μmol/L atau < 25 mg/dL)
b. Hemolysis (Hb < 0.311 mmol/L or < 0.5 g/dL)
c. Lipemia (Intralipid < 1400 mg/dL)
d. Biotin (< 123 nmol/L or < 30 ng/mL).
· Hindari sampel yang diambil dari pasien yang mendapatkan pengobatan biotin dosis tinggi (> 5 mg / hari) . Sampel dapat diambil setelah minimal 8 jam dari administrasi biotin terakhir.
Recent Posts
Label
Arsip
- Desember 2017 (48)
- Januari 2018 (6)
- April 2018 (3)
- Agustus 2018 (1)
- September 2018 (1)
- Maret 2019 (3)
Total Pengunjung
Formulir Kontak
Pengikut
Copyright ©
Blog Akper Masohi | Privacy Policy | Contact Us | Sitemap
Design by Flythemes | NewBloggerThemes.com | Blogger
0 komentar:
Posting Komentar